Kasus I
Seorang gadis kecil berusia sebelas tahun, datang kepada ayahnya. Gadis itu membawa buku tulis ditangan kiri dan pensil di tangan kanannya. Sebut saja namanya Bella. Kepada ayahnya ia bertanya: “Yah apa sih lusin itu?” Rupanya ia sedang belajar matematika. Ia merasa kesulitan saat mengerjakan soal yang berhubungan dengan satuan, lebih tepatnya satuan lusin. Gadis kecil itu duduk di bangku kelas V sekolah dasar.
Si ayah, berhenti sebentar dari kegiatannya dan memandang dengan seksama anak kesayangannya tersebut.
Kasus II
Sama seperti kasus yang pertama, Seorang anak datang kepada ayahnya untuk minta penjelasan tentang :apa sih lusin itu. Kekecewaan yang sama terpancar dari wajah sang ayah. Tetapi pada kasus ke dua ini respon ayah sedikit berbeda. Ia meminta anaknya membuka kembali pelajaran yang telah diberikan oleh guru matematikanya terutama yang berhubungan dengan satuan. Kemudian ia meminta anaknya untuk mempelajari kembali pelajaran yang telah ia terima. Si gadis kecil ternyata mengalami kesulitan dalam memahami perbedaan antara butir/ buah dengan lusin. Sang ayah membantunya dengan menggambar lingkaran-lingkaran kecil dan menyuruh anaknya menghitung. Kemudian sang ayah menggambar kotak besar yang di dalamnya terdapat 12 lingkaran kecil. Di bawah kotak tersebut sang ayah menulis kalimat 1 lusin = 12 buah. Selanjutnya sang ayah meminta si anak menggambar lingkaran sebanyak dua lusin. Dengan kemampuannya sang ayah berusaha mengajak si anak untuk memahami konsep lusin dengan pemahaman yang benar. Setelah dirasa gadis kecilnya faham dengan konsep tersebut, sang ayah meminta anak gadisnya mengerjakan sendiri tugas dari gurunya. Si anak manggut-manggut dan pergi dengan wajah puas.
Kasus III
Sama seperti kasus satu dan dua. Seorang gadis kecil berusia sebelas tahun datang kepada ayahnya dan minta penjelasan tentang lusin. Ayahnya diam sejenak. Ia berpikir tentang apa yang harus dilakukan untuk membantu anaknya menyelesaikan masalah yang sedang dihadapinya. Tiba-tiba ia merogoh saku dan mengambil selembar uang sepuluh ribuan.
“Kamu ingin tahu lusin itu apa. Nah sekarang pergilah ke toko sebelah dan belilah dua lusin peniti dan satu setengah lusin lilin. Jangan lupa bertanya berapa harga satu lusin peniti dan satu lusin lilin”
Si anak meletakkan bukunya dan menerima uang kemudian pergi untuk membeli peniti dan lilin seperti yang diminta ayahnya. Beberapa saat kemudian si gadis kecil datang dengan bungkusan di tangan. Sang ayah mengeluarkan benda dalam bungkusan itu.
“Oh ya berapa harga satu lusin peniti?”
“
“Jadi untuk dua lusin peniti kamu harus bayar berapa?”
“Seribu rupiah”
“Satu lusin lilin berapa?”
“Tiga ribu rupiah”
kalau satu setengah lusin lilin?”
Si gadis tidak segera menjawab. Setelah beberapa saat berpikir, ia menjawab, “Empat ribu
“Jadi uang kembaliannya berapa?”
Kembali si gadis kecil berpikir. “
“Oh ya? Coba hitung lagi!”
Si gadis kembali berpikir. Ia tahu, ayahnya mengisyaratkan bahwa jawabannya harus dikoreksi kembali. “Maaf. Kembaliannya empat ribu limaratus rupiah”
Sang ayah mengangguk dengan puas. Sambil menepuk pundak gadis kecilnya, sang ayah mengakhiri perbincangan yang menyenangkan itu dengan berkata, “Sekarang kamu kerjakan soal di bukumu itu sendiri. Kamu sudah dapat menyelesaikan soal yang ayah berikan dengan baik, Kamu pasti dapat menyelesaikan soal di bukumu dengan mudah”
Si gadis kecil mengangguk dan pergi dengan wajah puas.
Baiklah, anda sudah membaca kasus demi kasus di atas dengan baik. Apa kesan anda? Bila hal tersebut terjadi pada anda, kasus mana yang sesuai dengan tindakan anda?
Pengalaman dan contoh yang menarik... :)
ReplyDelete