Friday, August 3, 2007

APAKAH ANDA ORANG TUA CERDAS

Kasus I

Seorang gadis kecil berusia sebelas tahun, datang kepada ayahnya. Gadis itu membawa buku tulis ditangan kiri dan pensil di tangan kanannya. Sebut saja namanya Bella. Kepada ayahnya ia bertanya: “Yah apa sih lusin itu?” Rupanya ia sedang belajar matematika. Ia merasa kesulitan saat mengerjakan soal yang berhubungan dengan satuan, lebih tepatnya satuan lusin. Gadis kecil itu duduk di bangku kelas V sekolah dasar.

Si ayah, berhenti sebentar dari kegiatannya dan memandang dengan seksama anak kesayangannya tersebut. Ada sebersit rasa kecewa yang tak dapat ia sembunyikan di raut mukanya. Masak sih sudah kelas V lusin saja nggak tahu, begitu kata hati sang ayah. Selanjutnya sang ayah mengatakan, “Satu lusin itu sama dengan dua belas buah” Si anak belum beranjak dari tempatnya berdiri. Ia masih melanjutkan dengan pertanyaan berikutnya, “Kalau dua lusin yah?”. “Dua puluh empat buah” “Kalau dua setengah lusin yah?” “Tigapuluh buah” Setelah mendapat jawaban itu si anak pergi dengan wajah sangat puas.

Kasus II

Sama seperti kasus yang pertama, Seorang anak datang kepada ayahnya untuk minta penjelasan tentang :apa sih lusin itu. Kekecewaan yang sama terpancar dari wajah sang ayah. Tetapi pada kasus ke dua ini respon ayah sedikit berbeda. Ia meminta anaknya membuka kembali pelajaran yang telah diberikan oleh guru matematikanya terutama yang berhubungan dengan satuan. Kemudian ia meminta anaknya untuk mempelajari kembali pelajaran yang telah ia terima. Si gadis kecil ternyata mengalami kesulitan dalam memahami perbedaan antara butir/ buah dengan lusin. Sang ayah membantunya dengan menggambar lingkaran-lingkaran kecil dan menyuruh anaknya menghitung. Kemudian sang ayah menggambar kotak besar yang di dalamnya terdapat 12 lingkaran kecil. Di bawah kotak tersebut sang ayah menulis kalimat 1 lusin = 12 buah. Selanjutnya sang ayah meminta si anak menggambar lingkaran sebanyak dua lusin. Dengan kemampuannya sang ayah berusaha mengajak si anak untuk memahami konsep lusin dengan pemahaman yang benar. Setelah dirasa gadis kecilnya faham dengan konsep tersebut, sang ayah meminta anak gadisnya mengerjakan sendiri tugas dari gurunya. Si anak manggut-manggut dan pergi dengan wajah puas.

Kasus III

Sama seperti kasus satu dan dua. Seorang gadis kecil berusia sebelas tahun datang kepada ayahnya dan minta penjelasan tentang lusin. Ayahnya diam sejenak. Ia berpikir tentang apa yang harus dilakukan untuk membantu anaknya menyelesaikan masalah yang sedang dihadapinya. Tiba-tiba ia merogoh saku dan mengambil selembar uang sepuluh ribuan.

“Kamu ingin tahu lusin itu apa. Nah sekarang pergilah ke toko sebelah dan belilah dua lusin peniti dan satu setengah lusin lilin. Jangan lupa bertanya berapa harga satu lusin peniti dan satu lusin lilin”

Si anak meletakkan bukunya dan menerima uang kemudian pergi untuk membeli peniti dan lilin seperti yang diminta ayahnya. Beberapa saat kemudian si gadis kecil datang dengan bungkusan di tangan. Sang ayah mengeluarkan benda dalam bungkusan itu. Ada dua lusin peniti yang masing-masing lusin disatukan. Sang ayah menyodorkan peniti itu kepada anaknya seraya berkata. “Kamu tadi beli peniti dua lusin kan?” Si anak mengangguk. “Peniti ini dua lusin. Perhatikan ada dua kelompok peniti. Penjualnya mengatakan dua kelompok ini namanya dua lusin. Berarti kalau kamu tadi ngomong tiga lusin, berapa kelompok seperti ini yang akan kamu dapat?” “Tiga!” jawab si gadis mantap. Sang ayah melanjutkan, “Sekarang coba ambil satu lusin peniti!” Si gadis kecil mengambil satu kelompok peniti. “Hitung berapa buah!” Si gadis menghitungnya dengan teliti. “Dua belas buah” jawab gadis setelah ia menyelesaikan hitungan terakhirnya. “Kalau begitu dua lusin peniti ini ada berapa buah?” Tanya ayahnya lagi. “Dua belas dan dua belas, berarti dua puluh empat” “Kalau tiga lusin, berapa buah” Kali ini si gadis mengerutkan kening kemudian menjawabnya,”Tiga puluh enam buah” Sang ayah tersenyum sambil mengangguk-anggukkan kepala. “Kamu memang pinter!” puji sang ayah sambil mengelus rambut putrinya. “Sekarang jawab pertanyaan ayah, kalau setengah lusin ada berapa buah peniti?” Tanya sang ayah sambil melambatkan kata-katanya. Sang ayah memberi kesempatan kepada putrinya untuk berpikir dengan seksama. Benar saja, kali si gadis tidak segera menjawab. Ia mengerutkan kening dan mengambil penitinya kembali. “Setengah berarti separo. Kalau satu lusin dua belas buah, berarti separonya, ……. Berapa ya?” Si gadis menggaruk-garuk kepala. Tampak ia berpikir cukup serius. Mau menyerah, malu karena terlanjur mendapat pujian dari ayahnya. Ia tidak mau menyerah. Dihitungnya kembali satu lusin peniti, kemudian dibagi dua. Ia mengelompokkan dua belas buah peniti itu menjadi dua bagian. Ia menghitungnya dengan cepat dan setelah merasa yakin bahwa jawabannya benar, ia berteriak dengan lantang. “Aku tahu! Setengah lusin itu enam buah. Betul khan yah?” Ayahnya tertawa lebar sambil mengacungkan jempol tangannya. “Nah kamu tadi juga beli lilin khan. Eit nanti dulu” kata sang ayah sambil menyembunyikan lilin yang akan direbut anaknya. “Ingat kamu tadi beli satu setengah lusin lilin. Coba tebak, berapa buah lilin yang kamu terima dari si penjual?” Si gadis mengambil pensil dan menulis beberapa angka. Kemudian, ia menunjukkan kepada ayahnya sambil berkata, “Delapan belas buah yah. Pasti delapan belas. Coba aku hitung” Dengan tersenyum sang ayah menyodorkan lilin itu kepada anaknya untuk dihitung.

“Oh ya berapa harga satu lusin peniti?”

Lima ratus rupish”

“Jadi untuk dua lusin peniti kamu harus bayar berapa?”

“Seribu rupiah”

“Satu lusin lilin berapa?”

“Tiga ribu rupiah”

kalau satu setengah lusin lilin?”

Si gadis tidak segera menjawab. Setelah beberapa saat berpikir, ia menjawab, “Empat ribu lima ratus rupiah”

“Jadi uang kembaliannya berapa?”

Kembali si gadis kecil berpikir. “Lima ribu limaratus rupiah”

“Oh ya? Coba hitung lagi!”

Si gadis kembali berpikir. Ia tahu, ayahnya mengisyaratkan bahwa jawabannya harus dikoreksi kembali. “Maaf. Kembaliannya empat ribu limaratus rupiah”

Sang ayah mengangguk dengan puas. Sambil menepuk pundak gadis kecilnya, sang ayah mengakhiri perbincangan yang menyenangkan itu dengan berkata, “Sekarang kamu kerjakan soal di bukumu itu sendiri. Kamu sudah dapat menyelesaikan soal yang ayah berikan dengan baik, Kamu pasti dapat menyelesaikan soal di bukumu dengan mudah”

Si gadis kecil mengangguk dan pergi dengan wajah puas.

Baiklah, anda sudah membaca kasus demi kasus di atas dengan baik. Apa kesan anda? Bila hal tersebut terjadi pada anda, kasus mana yang sesuai dengan tindakan anda?

1 comment: