Sunday, August 12, 2007

Kalau Bisa Berlari, Mengapa harus berjalan

KALAU BISA BERLARI, MENGAPA HARUS BERJALAN?

Bila anda membaca judul diatas, mungkin akan terbersit didalam ingatan anda iklan sebuah produk rokok yang kira-kira berbunyi seperti ini: kalau bisa sulit kenapa dipermudah. Bacalah lebih cermat! Disana ada beberapa kata pendukung yang sama, tetapi hakekatnya sangat bertolak belakang. Coba kita baca ulang kalimat di iklan rokok itu. Kalau dapat sulit kenapa dipermudah. Mana lebih menguntungkan, sesuatu yang sulit atau yang mudah. Mempermudah urusan untuk orang lain sudah pasti lebih bijaksana dari pada mempersulit urusan mereka. Bukankah Allah telah menjanjikan kepada umatnya, bagi siapa yang mempermudah urusan saudaranya maka Allah akan memudahkan urusannya. Kalimat dalam iklan rokok itu menyindir mereka yang lebih suka mempersulit urusan orang lain daripada mempermudahkannya. Perilaku semacam itu bisa dikategorikan sebagai kejahatan sosial karena berdampak menyengsarakan orang lain.

Bagaimana dengan kalimat pada judul diatas? Kalau bisa berlari mengapa harus berjalan? Berlari membutuhkan tenaga ekstra sementara berjalan tidak. Berlari lebih ngoyo sedangkan berjalan lebih santai. Kenapa harus memilih yang ngoyo dari pada yang santai. Pernyataan dalam kalimat ini ditujukan pada kualitas diri seseorang dalam mencapai sebuah tujuan. Diibaratkan, di dalam diri manusia itu tersimpan sejumlah kemampuan. Setiap orang dibekali kemampuan tertentu yang tidak sama kadarnya antara satu orang dengan orang lain. Setiapkali digunakan kemampuan itu, akan tumbuh kemampuan baru yang sepadan dengan yang digunakan. Seperti tumbuhan ketela pohon. Kalau ujung tumbuhan dipatahkankan maka akan tumbuh tunas baru. Semakin sering dipatahkan jumlah tunas baru yang tumbuh akan semakin banyak. Sehingga menggunakan semakin besar kemampuan lebih menguntungkan dari pada menggunakan sedikit kemampuan.

Bila ada dua orang yang berkompetisi untuk mencapai tujuan. Mereka bisa memilih apakah mereka akan berjalan atau berlari. Si A, salah seorang yang berkompetisi itu, memilih berjalan. Ia dapat melakukannya dengan santai. Ia bisa memperlambat jalannya untuk menikmati pemandangan sambil sesekali berhenti. Berdecak kagum ketika melihat pemandangan yang indah. Memungut kerikil yang menurutnya bagus dan mengamatinya dengan menggeleng atau mengangguk-anggukkan kepala. Ia memang tidak banyak kehabisan tenaga, tetapi sudah pasti ia akan sampai ditempat tujuan lebih lambat dari pada mereka yang memilih berlari.

Si B memilih berlari untuk mencapai tujuan. Ia menggunakan sebagian besar tenaganya untuk berlari. Ia berkeringat dan kecapaian. Setelah sampai ditempat tujuan, ia beristirahat untuk menghilangkan rasa capai. Ia dapat menyelesaikan perjalanannya lebih cepat dibandingkan dengan yang lain. Karena dapat menyelesaikan urusannya lebih cepat, maka ia mempunyai lebih banyak waktu untuk menyelesaikan urusan yang lain.

Hidup adalah juga sebuah kompetisi. Masing-masing orang dibebani tugas dan tanggungjawab untuk menyelesaikan kehidupan masing-masing sebaik-baiknya. Tidak ada yang memaksa apakah kita harus berjalan atau harus berlari dalam mencapai tujuan itu. Yang pasti kita harus sampai di tempat tujuan. Kita dibekali kemampuan yang cukup untuk mencapai tujuan itu. Kita bisa melakukannya seefektif dan seefisien mungkin. Kalau kita melakukannya seefektif dan seefisien mungkin, kita akan dapat menyelesaikan lebih banyak tugas. Bila setiap tugas itu dapat menghasilkan satu point, maka semakin banyak tugas yang dapat kita selesaikan, semakin banyak point yang dapat kita kumpulkan. Kualitas diri kita ditentukan oleh banyaknya point yang dapat kita kumpulkan.

Lihatlah diri kita sendiri. Dalam setiap kesempatan, kita seringkali mengabaikan kemampuan kita. Singkat kata, kita hanya menggunakan sedikit saja kemampuan kita karena kita menganggap bahwa kita sudah melakukan yang terbaik. Kita sedikit belajar karena kita beranggapan orang lain belajar lebih sedikit dari kita. Kualitas ibadah kita rendah, karena kita beranggapan bahwa orang lain melakukannya lebih rendah dari pada yang kita lakukan. Hal itu membuat hasil kerja kita tidak maksimal. Ingat kata bijak mengatakan bahwa setiap orang akan mendapatkan bagian sesuai dengan apa yang ia kerjakan.

Bila anda seorang pelajar, disetiap akhir semester anda akan mendapatkan ujian akhir semester. Ujian itu mengukur sejauh mana kemampuan anda setelah menjalani proses pembelajaran selama satu semester. Berapa nilai anda? Puaskah anda dengan nilai yang anda capai? Apakah itu sepadan dengan usaha anda selama ini? Sebagian dari anda merasa bahwa hasil yang dicapai memuaskan, sedang sebagian yang lain merasa sangat kecewa karena nilai itu terlalu sedikit. Yang membedakan hasil yang dicapai, adalah usaha anda atau kemampuan yang anda gunakan dalam mencapai tujuan itu. Semakin besar kemampuan yang anda gunakan, semakin bagus hasil yang anda capai dan sebaliknya.

Jangan terburu-buru mengatakan ini nasip atau takdir. Hidup ini sangat adil. Kita mendapatkan apa yang menjadi bagian kita. Seberapa besar bagian kita, kita sendirilah yang menentukannya. Kita menentukan dari seberapa besar kemampuan yang kita gunakan untuk mendapatkannya. Permasalahannya adalah: bukannya kita tidak memiliki kemampuan yang dipersyaratkan untuk mencapai hasil terbaik, tetapi seringkali hanya sedikit sekali/sebagian kecil kemampuan yang kita gunakan untuk mencapai tujuan itu. Kita biarkan kemampuan itu mengendap sia-sia di dalam diri kita.

Kita dapat berlari, karena kondisi tubuh kita memungkinkan untuk berlari. Kita sehat. Kita mempunyai dua kaki yang kuat. Kita dapat menggerakkan kaki dengan cepat. Tetapi mengapa kita hanya berjalan santai?

No comments:

Post a Comment