Jangan merasa besar karena Allah menciptakan kita dalam keadaan lemah tak berdaya dan jangan merasa kecil karena Allah telah berkenan menitipkan kebesaran-Nya kepada kita (endah).
Seperti petir menyambar di siang hari ketika laki-laki bertubuh tinggi besar yang berdiri di depanku itu mengatakan bahwa Abu, adikku, harus menjalani operasi patah tulang. Operasi! Ya Allah. Aku tahu kata-kata itu mempunyai konsekwensi yang sangat besar. Operasi berarti uang. Tentu jumlahnya sangat besar. Satu juta, dua juta, lima juta atau ..... Jatungku berdebar-debar saat memikirkannya. Serasa ada sesuatu yang berputar-putar di kepalaku. Menghentak-hentak, melemparkanku ke tempat yang sangat jauuuuh. Tempat yang sangat tidak nyaman. Aku tidak mengenal siapa yang ada di sekelilingku. Suamiku seperti orang asing bagiku. Aku tak mengenali siapapun, bahkan serasa aku tak mengenali diriku sendiri.
Semuanya terjadi dengan begitu tiba-tiba. Rasanya baru beberapa saat yang lalu Abu pergi dengan motor keluar dari halaman rumah kami. Suamiku menyuruhnya membeli Oli karena stok oli dagangan kami sudah habis. Tetapi saat ini, Abu tengah tergeletak dengan kaki kanan yang tak bisa digerakkan. Hasil X-ray menyebutkan bahwa tulang paha kanannya patah dan harus menjalani operasi.
Berpikir positif!. Aku selalu mengucapkan itu setiap kali berusaha menyemangati orang lain. Kini semua yang pernah aku ucapkan kembali terngiang-ngiang. Allah memiliki rahasia yang kita semua tidak pernah tahu. Tetapi satu hal yang harus kita yakini bahwa Allah tak pernah bermaksud mencelakakan hambanya. Allah Maha Pengasih lagi maha Penyayang. Kasih sayang Allah kadang sulit dipahami bahkan oleh mereka yang sedang dikasihani. Inilah saatnya aku mendapatkan kasih sayang Allah dengan cara yang berbeda dalam pandanganku. Aku memang kecil, lemah dan tak berdaya. Tetapi Allah Maha Kaya. Aku tinggal memintanya. Apanya yang sulit. Aku tinggal memintanya. Aku tinggal memintanya. Aku tinggal memintanya.
Kudapati tubuhku berguncang-guncang menahan tangis. Ya Allah, ampunilah segala kesalahan hambaMu ini ya Allah. Ya Allah ijinkanlah aku menangis. Aku tidak ingin menolak kehendakMu ya Allah. Aku menangis karena aku sadar bahwa aku memang tak berdaya. Tak ada Dzat yang mampu menolongku selain Dirimu yang Agung. Aku berserahdiri kepadaMu Ya Allah. Aku tunduk dan pasrah atas semua kehendakMu. Aku yakin Engkau tak akan meninggalkan hambaMu yang Engkau tahu tak memiliki daya dan Kekuatan. Aku yakin Engkau bermaksud menunjukkan kebesaranMu yang belum pernah kulihat. Aku yakin Engkau akan menunjukkan keagunganMu.
Kini, aku berada dalam kesulitan besar. Aku bertanggung jawab atas kecelakaan yang menimpa Abu, karena ia bekerja padaku. Aku bukan seorang pecundang. Aku harus menanggung semua biaya atas musibah ini. Ini sangat berat. Seperti yang dikatakan perawat tadi, aku harus menyediakan kurang lebih enam juta untuk biaya operasi Abu. Jumlah itu sangat besar untuk ukuranku. Aku hanya memiliki uang limaratus ribu rupiah yang sedianya akan ku gunakan membeli spare part komputer. Aku harus mendapatkan beberapa juta lagi untuk bisa menutup biaya operasi Abu. Ya Allah, berikan petunjukMu!!
Pagi hari, suamiku menghubungi adiknya, memohon adiknya mau meminjamkan uang untuk kami. Kata suamiku, adiknya menyanggupi meminjamkan uang dan akan mengantarkannya besok. Alhamdulillah! Pujiku saat mendengar berita itu dari suamiku. Hasbiyallahu wanikmal wakil, nikmal maula wa nikmannasir. Kuucapkan kalimat itu berulang-ulang mengiringi setiap gerakanku.
Di rumah sakit, adikmu melaporkan bahwa darah yang sedianya dipersiapkan untuk operasi tidak jadi diperlukan dan dikembalikan ke PMI. Kupandangi kuitansi pengambilan darah itu dengan seksama. Di ujung atas kertas kuitansi itu tertulis kembali 23.00. Kemarin malam aku membayar untuk dua kantong darah dua ratus empat puluh ribu rupiah. Kalau darah itu ternyata tidak digunakan, apakah uang yang kubayarkan tidak dikembalikan meski tidak penuh? Kupegang erat-erat kertas kuitansi itu dan aku bergegas ke ruang administrasi. Kutanyakan apakah tidak ada pengembalian dana untuk darah yang tidak jadi terpakai. Dua perawat yang ada disana tidak bisa memastikan dan menyarankan agar aku ke PMI untuk mendapatkan kejelasan tentang informasi itu.
”Uangnya dipotong tigapuluh ribu ya mbak!” kata petugas PMI setelah meneliti kuitansi yang kuberikan kepadanya.
Aku segera mengangguk. Alhamdulillah! Pujiku dalam hati. Aku yakin Engkau tak akan membiarkanku Ya Allah. Tak akan pernah. Puji syukur ke hadiratMu Ya Allah yang telah memberikan kemurahan kepada hambaMu yang lemah ini.
Kurapikan uang duaratus sepuluh ribu rupiah dan kumasukkan ke dalam dompetku. Aku harus berbuat sesuatu untuk mendapatkan uang. Pinjam!! Adik suamiku memastikan diri meminjamkan uang tiga juta rupiah. Jumlah masih kurang. Apa lagi sekarang?. Buku rekening!! Sesampai di rumah, kucari buku rekening yang kami miliki. Rekening Kiki, Ami dan rekeningku sendiri. Saldo terakhir di buku rekening Kiki limaratus duapuluh sembilan ribu rupiah. Alhamdulillah. Rekening yang lain dalam bentuk kartu ATM. Aku tak tahu pasti berapa saldo terakhirnya. Tentu tidak banyak. Tapi aku berharap itu akan membantuku meringankan beban.
Hari kedua Abu berada di rumah sakit, aku berhasil mengumpulkan uang empat juta limaratus ribu rupiah. Uang itu kuperoleh dari tabungan kami dan pinjaman adik suamiku. Kucoba menghubungi orang yang menabrak Abu. Darinya aku mendapat kepastian bahwa ia sanggup menyumbangku satu juta rupiah. Satu juta? Sebetulnya jumlah itu terlalu sedikit bagiku. Aku berharap ia mau menambah jumlah uang sumbangan untukku. Tapi aku mendapat jawaban yang sangat mengecewakan.
Hari ketiga aku mendapat kalkulasi biaya operasi dan perawatan Abu sampai hari keempat. Jumlah itu diperkirakan mencapai angka enam juta empat ratus tigapuluh ribu rupiah. Petugas administrasi mengatakan bahwa jumlah itu mungkin bertambah sedikit untuk resep dan ambulance. Uang limajuta setengah yang kubawa dari rumah kubayarkan petugas administrasi. Aku masih perlu mendapatkan kurang lebih satu setengah juta lagi kalau aku ingin membawa Abu pulang. Otakku berpikir keras. Kemarin aku merasa tak punya uang sepeserpun, nyatanya hari ini aku dapat membayar administrasi rumah sakit sejumlah lima juta setengah. (Subhanallah!! Maha Suci Engkau Ya Allah yang selalu tepat dalam memenuhi janji). Sudah pasti untuk jumlah yang tinggal sedikit itu Allah akan mengulurkan bantuanNya kepadaku.
Kukumpulkan beberapa nomor telepon orang-orang yang aku kenal. Kukirimkan sms ke beberapa saudara untuk mendapatkan bantuannya. Beberapa nomor tak bisa dihubungi. Nomor yang bisa dihubungi menyampaikan maaf karena terpaksa tidak bisa membantuku. Tidak boleh putus asa. Aku memang tidak tahu lewat siapa Rahmat Allah disampaikan kepadaku. Aku yakin Rahmat Allah ada dan aku harus mendapatkannya.
”Pinjam uang? Kapan kamu bisa mengembalikan? Hari-hari seperti ini aku membutuhkan banyak dana untuk rehab rumah. Gimana?”. Suara salah seorang kerabat di seberang telepon membuat lidahku terasa kelu. Untuk beberapa saat aku tak bisa menjawabnya.
”Sudah begini saja. Coba besok kamu telepon aku lagi. Siapa tahu uangmu sudah cukup tanpa harus pinjam aku”
”Amin” jawabku sambil menutup gagang telepon.
Rasa perih mengaliri di relung hatiku yang paling dalam. Perih dan ngilu. Aku segera menghela nafas untuk mengusir rasa kecewa. Sekali lagi, bukan darinya Rahmat Allah dititipkan untukku. Pasti lewat orang yang lain.
Kucoba memutar nomor lain. Kali ini Bu Erna, salah seorang sahabatku. Kusampaikan niatku untuk meminjam uang kepadanya.
”Ya aku ada. Kamu boleh meminjamnya. Tidak usah tergesa-gesa mengembalikan. Pakai dulu, yang penting adikmu bisa keluar dari rumah sakit. Pengembaliannya kita pikir belakangan”
Aku melongo. Ringan sekali kalimat itu diucapkan.
”Terima kasih” jawabku tak dapat membendung air mata.
Subhanallah. Puji syukur kehadiratMu Ya Allah.
Hari ini, tanggal delapan Agustus duaribu tujuh, aku berhasil melunasi semua biaya administrasi rumah sakit dan membawa Abu pulang. Aku tak akan pernah melupakannya. Aku tak akan pernah menyesalinya. Terimakasih Ya allah yang telah membukakan mataku untuk melihat kebesaranMu lebih jelas lagi.
No comments:
Post a Comment