Dijaman serba canggih seperti sekarang ini semua orang tahu internet. Minimal pernah mendengarnya. Untuk mereka yang sudah terbiasa dan sering memanfaatkannya, internet memang bukan barang baru. Internet menjadi bagian dari hidup manusia. Bahkan untuk beberapa kalangan, internet sudah menjadi kebutuhan. Tetapi bagi mereka yang jauh di pelosok desa, yang tidak akrab (baik karena kurangnya informasi atau karena interest terhadap kecanggihan teknologi kurang) internet menjadi sesuatu yang asing. Asing dan dipersepsi negatif. Hal ini disebabkan karena banyak kejadian negatif berbasis internet.
Suatu ketika penulis pernah menghadapi kejadian yang heboh berkaitan dengan internet ini. Penulis adalah pengajar di sebuah Madrasah Aliyah swasta yang terletak di pinggiran
Sesuai dengan tuntutan kurikulum, salah satu materi yang harus diberikan kepada peserta didik adalah mata pelajaran TIK. Di dalamnya terdapat bahasan Internet. Sementara Madrasah di mana penulis mengajar belum dapat akses internet. Maka, pengajaran TIK hanya ditekanan pada bahasan komputer. Internet hanya disampaikan sebagai wawasan.
Kenyataan ini membuat penulis merasa "tidak ikhlas". Penulis menganggap bahwa sudah saatnya siswa-siswi penulis mengenal dan mendapatkan manfaat dari internet. Meski penulis sendiri baru mengenal internet, tetapi penulis merasakan bahwa dengan internet orang bisa "melek" terhadap apa yang terjadi di dunia ini. Penulis sadar bahwa keinginan penulis itu mengandung efek positif dan sekaligus efek negatif. Oleh karena itu penulis berusaha mencari cara bagaimana mengenalkan internet kepada siswa dengan meminimalisasi akibat negatifnya.
Penulis memulai dengan kelas dimana penulis menjadi wali kelasnya. Awalnya penulis mencetak artikel menarik yang penulis akses dari internet. Di lain waktu penulis menceritakan apa dan bagaimana kehebatan internet. Respon mereka sangat memprihatinkan. Wajah mereka tidak menunjukkan ketertarikan sebagaimana respon penulis ketika seseorang memperkenalkan internet kepada penulis. Bahkan ketika penulis memancingnya dengan pertanyaan-pertanyaan menantang (dengan harapan siswa-siswi penulis tertarik terhadap internet) penulis hanya mendapatnya senyum sinis. Kesan penulis pada saat itu, mereka menganggap bahwa apa yang penulis sampaikan adalah sesuatu yang jauuuuhh dari kehidupan nyata mereka.
Anggapan seperti itu memang bukan hanya penulis terima dari siswa-siswi penulis saja. Melainkan juga dari rekan sejawat penulis. Sebagian besar dari mereka kurang terterik dengan kecanggihan teknologi yang sudah merambah ke seluruh penjuru dunia itu. Salah seorang guru senior bahkan mencap penulis sebagai orang yang ambisi teknologi. Predikat itu sangat menyakitkan karena diucapkan dengan nada yang sangat sinis, cenderung mengejek.
Namun, semua yang penulis terima tidak menyurutkan langkah penulis untuk memperkenalkan lebih dekat tentang apa dan bagaimana internet. Sasaran pertama penulis adalah siswa. Penulis berusaha mencari "sesuatu" yang bisa dilakukan internet dan bermanfaat untuk mereka. Dalam satu kali browsing penulis mendapatkan situs yang memuat program bimbingan belajar online. Penulis mempelajari program tersebut hingga penulis merasa bisa mentransfernya kepada orang lain.
Pada suatu ketika, saat penulis mengajar, penulis bertanya kepada siswa-siswi penulis. "Apakah ada diantara kalian yang ikut les di luar?". Mereka secara serentak menjawab "Tidaaakkk!!" Bisa dimaklumi. Siswa-siswi di Madrasah penulis memang sebagian besar berasal dari keluarga yang tataf kehidupannya menengah kebawah. Jangankan untuk mengikuti les atau belajar tambahan di luar yang membutuhkan dana cukup besar, untuk membayar SPP dan membeli buku saja mereka tidak mampu.
"Apakah kalian sudah merasa cukup persiapan menghadapi Ujian Akhir Nasional nanti?" Penulis mengajukan pertanyaan berikutnya. Siswa-siswi penulis tidak langsung menjawabnya. Mereka memandang penulis. Tidak mengangguk tetapi menggeleng dengan ragu.
"Maukah kalian mengikuti bimbingan belajar?" Kembali penulis bertanya. Lagi-lagi tak ada jawaban yang menyenangkan. Pasti mereka sulit menjawab pertanyaan ini. Permasalahannya adalah dana.
"Kalau misalnya ikut bimbingan belajar tapi gratis?"
"Mauuuu!" Jawaban itu sudag penulis duga sebelumnya. Inilah yang akan penulis gunakan untuk menarik siswa-siswi penulis mengenal internet.
Akhirnya dengan berbagai penjelasan, penulis menyampaikan bahwa fasilitas tersebut dapat mereka peroleh dari internet.
"Huuuu" jawab mereka lagi.
Dalam hati penulis mengeluh, betapa sulitnya membuka mata mereka untuk mengenal internet. Sekali lagi penulis tidak berputus asa. Penulis membuat kesepakatan dengan siswa yang rela hati dan ingin tahu tentang internet untuk ngenet bersama-sama di sebuah warnet yang jaraknya rata-rata
Kami sepakat ngenet jam
Jadilah pada hari minggu yang ditetapkan kami janji bertemu di warnet langganan penulis. Penulis sendiri berangkat ke
Setelah ngenet pertama dengan siswa-siswi penulis, penulis menyempatkan mewawancarai siswa yang ngenet bersama penulis. Pertanyaan pertama yang penulis sampaikan adalah: apakah internet bermanfaat bagi mereka? Jawabannya sangat memuaskan. Mereka semua mengatakan bahwa internet sangat bermanfaat. Bahkan salah satu diantara mereka sempat tertegun dan menyampaikan pertanyaan yang membuat penulis merasa terharu. Siswa itu mengatakan, "Bu, luar biasa dunia di luar
Perjuangan penulis belum berhasil. Satu dua orang masih belum bisa memberikan pengaruh bagi teman-temannya. Meskipun demikian penulis merasa lega. Penulis minta kepada mereka yang merasakan manfaat internet untuk menularkan pengaruhnya kepada yang lain. Penulis minta mereka untuk mengajak temannya yang lain ke warnet.
Pada suatu hari, salah seorang wali murid datang ke Madrasah dan menemui penulis. Wali itu menyampaikan keberatan karena anaknya di ajari mengenal internet. Tertuduhnya adalah penulis, karena penulislah satu-satunya guru yang mengajak siswa ke warnet. Ketika penulis tanya apa alasan wali tersebut keberatan putranya dikenalkan internet adalah karena internet itu identik dengan pornografi. Penulis tidak menampik tudingan itu, tetapi penulis mencoba memberikan penjelasan bahwa masih banyak manfaat yang bisa diambil dari internet. Setelah beradu pendapat akhirnya penulis mengajukan saran kepada wali tersebut untuk menyertai putranya bila mereka ke internet. Maksud penulis adalah agar wali siswa tersebut mengenal dengan benar internet.
Kini, sudah ada beberapa siswa yang mengenal internet dan pandangan mereka tentang internet tidak lagi terlalu miring. Maka, sasaran penulis berikutnya adalah teman sejawat. Penulis memulainya dengan memamerkan silabus dan informasi terbaru pendidikan yang penulis akses dari internet. Penulis mengumpulkan berbagai artikel motivasi, mencetaknya dan meminjamkannya kepada teman-teman penulis. Bahkan untuk kado pernikahan, penulis sempatkan download e-book gratis. Penulis cetak menjadi sebuah buku dan penulis hadiahkan sebagai kado pernikahan.
Selanjutnya, penulis mendekati salah seorang teman yang "welcome" dengan perubahan. Sama seperti yang penulis lakukan terhadap siswa, penulis mengajaknya ngenet pagi-pagi buta (agar mendapatkan potongan harga) untuk mengenalkannya dengan internet. Dari awal, teman sejawat ini memang sudah antusias. Tetapi kendalanya adalah kesibukannnya sebagai seorang istri dan seorang ibu.
Begitulah, internet memang bukan sesuatu yang bisa menarik orang dengan hanya mendengar namanya disebut. Meskipun setelah mengenalnya orang bisa ketagihan. Pus minus internet tak diragukan lagi. Semua orang menyadarinya, Mengenal internet bisa dianalogikan sebagai mengenal baca tulis. Manfaat yang diambil dari kegiatan membaca sangat dipengaruhi oleh materi bacaan. Buku resep masakan akan membuat pembacanya menjadi ahli masak. Buku pertanian akan membuat pembacanya mahir bertani. Buku-buku yang mengulas tentang dunia tulis menulis akan membuat pembacanya menjadi jurnalis. Sebaliknya bila materi bacaannya seputar hal-hal yang mengarah ke pornografi, akan membuat pembacanya menjadi seorang begundal. Demikian juga internet. Berbagai hal bisa dengan mudah diakses melalui internet. Yang baik dan yang kurang baik. Yang baik akan berdampak baik dan yang kurang baik akan berdampak kurang baik. Tetapi menghindari internet tentu bukan tindakan yang bijaksana karena kita akan melewatkan manfaatnya yang sangat besar.
No comments:
Post a Comment