Wednesday, July 2, 2008

Belajarlah menjadi Ibu Wid

Pertama sekali aku pengen mengucapkan selamat atas kehamilanmu! Mungkin mendengar orang lain mengucapkan selamat seperti ini, kamu beranggapan itu sesuatu yang biasa. Lumrah. Otomatis. Tradisi, karena selama ini kita memang selalu melihat dan mendengar orang mengucapkan selamat kalau mendengar berita kehamilan.

Tapi ucapan selamatku beda. Aku mengucapkan selamat atas kehamilanmu karena aku ingin kamu sadar bahwa tidak semua wanita bisa hamil!! Nah kalau kamu sekarang benar-benar hamil, maka kamu harus syukuri itu dengan sepenuh rasa syukur. Artinya, kamu adalah perempuan sempurna. Kamu telah menjadi perempuan terpilih. Terpilih untuk menjadi bagian dari regenerasi manusia. Ingat nggak semua perempuan mendapatkan kesempatan untuk itu.

So, untuk mewujudkan rasa syukurmu itu kamu harus mempersiapkan segala sesuatunya dengan sebaik-baiknya. Seperti yang aku bilang di telpon kemarin. Persiapkan diri kamu untuk menjadi seorang ibu. Jaga janin dalam kandunganmu itu agar tetap sehat. Untuk itu kamu harus konsultasi kepada ahlinya. Dokter misalnya. Selain itu kamu juga harus menjaga kesehatan mental spirituilnya.

Wid, menurutku, puncak karier seorang perempuan adalah ketika ia menjadi seorang ibu. Kenapa? Karena lkepribadian dasar seorang manusia, konon diperoleh dari ibunya. Kamu setuju khan? Aku sudah mendapatkan banyak bukti untuk sampai pada kesimpulan itu. Kalau nggak percaya, biar aku kasih tahu. Beberapa waktu yang lalu, ketika aku minta murid-muridku menulis tentang “Sukses” di mata mereka, ada beberapa anak mengatakan orang sukses itu adalah ibu mereka. Menurut mereka, ibu mereka hebat.

Salah satu yang menceritakan tentang kehebatan ibunya itu bernama Nufiana, kelas XI SMA (dulu kelas II SMA). Dia menceritakan bahwa ia pernah memasuki pergaulan salah ketika masih di SMP. Ayah Nufiana meninggal ketika ia kelas 3 SD. Sejak ayahnya meninggal, Nufiana tinggal bersama ibunya dalam keadaan yang sangat kekurangan. Ibunya hanya seorang pekerja kasar. Untuk memenuhi kebutuhan keluarga itu, ibu nufiana harus bekerja keras banting tulang dari pagi sampai sore. Ia bilang karena kesibukan ibunya, Nufiana jarang sekali bertemu ibunya. Itu membuatnya menyalahkan ibunya. Ia mengatakan kalau ia kurang kasih sayang. Dan itu dijadikan alasan untuk memilih teman-teman pergaulan yang salah. Katanya, untuk menghiburnya dari keterasingan dengan ibunya. Setahun tidak sekolah setelah lulus SMP, Nufiana disekolahkan di SMA tempat aku mengajar. Awalnya dia tidak suka karena SMA kami memang SMA ndeso. Dia merasa tidak akan mendapatkan sesuatu bila sekolah di situ. Tetapi ibunya tetap bersikukuh menyekolahkan Nufiana di situ dengan alasan tidak ada biaya. Biaya pendidikan di SMA kami memang relatif lebih murah di bandingkan SMA-SMA lain di kota kami. Pertentangan antara Nufiana dalam memilih sekolah membuat Nufiana bertingkah. Ia jadi malas belajar dan ogah-ogahan masuk sekolah. Ia bahkan sudah berniat dari pada sekolah di SMA kami mending ia tidak sekolah saja sekalian.

Ibunya tidak berputus asa. Ibunya berusaha sekuat tenaga agar Nufiana mengurungkan niatnya keluar dari sekolah. Secara lahiriah ibu Nufiana selalu berusaha menyemangati Nufiana meski Nufiana sering membentak-bentaknya. Ibunya seperti tidak mengenal lelah untuk selalu memotivasi Nufiana. Secara batiniah, Nufiana sering melihat ibunya berpuasa, sholat malam, dan berdoa sambil menangis memohon agar ia (Nufiana) diberi ketenangan dalam menuntut ilmu. Ibu Nufiana sering bilang begini: aku tidak punya apa-apa. Aku hanya memiliki kamu, satu-satunya anakku.

Di akhir ceritanya, Nufiana mengatakan bahwa setelah hampir dua tahun sekolah di SMA kami, Nufiana mulai mendapatkan ketenangan. Ia mengaku bahwa kini ia senang sekolah di sekolah kami. Menurutnya, ternyata biar sekolah ndeso, tetapi ia mendapatkan banyak pelajaran yang sangat berharga terutama pelajaran agama. Sekolah kami memang sekolah berciri khas agama Islam. Menurutnya pula, mungkin itu karena doa dan jerih payah ibunya yang tak kenal lelah memotivasinya untuk terus belajar. Nufiana yakin bahwa doa ibunyalah yang membukakan pintu Hidayah sehingga dia bisa anteng sekolah di sekolah kami. Ia beranggapan bahwa ibunya adalah seorang perempuan yang hebat. Ia bersyukur mempunyai ibu yang sedemikian Hebat. Ia berjanji untuk membuktikan bahwa ibunya benar-benar perempuan hebat karena bisa mendidik anaknya dengan baik. Ia ingin sukses untuk membuktikan kehebatan ibunya.

Simaklah cerita tersebut. Kita bisa melihat bahwa suatu kasus bisa dilihat dari kacamata yang berbeda oleh orang yang berbeda. Bagi kita mungkin seorang ibu berdoa itu sudah hal yang biasa. Ya memang sudah seharusnya begitu kan. Tetapi di mata anak-anak hal itu bisa sangat berbeda Wid. Anak-anak dengan cara berpikirnya yang polos, merasa tersentuh akan ketulusan seorang ibu. Itu akan terekam terus dalam memorinya dan bisa berefek sampai nanti mereka dewasa.

Kupikir menjadi seorang ibu memang butuh ketulusan. Siapapun bisa memilih untuk menjadi seorang ibu (dengan menikah dan melahirkan anak) atau tidak. Tetapi harus kita sadari bahwa sedari awal kita harus bertanggungjawab terhadap pilihan itu. Ketika kita ikhlas dan tulus menjalani peran menjadi seorang ibu dengan segala konsekwensinya, maka anak-anak kita akan segera mengenalinya dengan baik. Insya Allah mereka juga akan ikhlas dan tulus menjadi anak kita, dan mereka akan bangga telah dipilihkan Allah mempunyai orangtua seperti kita.

Karena itu, belajarlah menjadi seorang ibu. Dengarkan pengajian. Dalam Islam, tuntutan menjadi seorang ibu sangat banyak. Baca buku. Lihat dan pelajari “ibu-ibu” yang baik. Aku punya sedikit tip untuk kamu. Bertanyalah pada dirimu sendiri: Sebagai seorang ibu, apa sih yang kamu harapkan dari anakmu nantinya. Misalnya kamu ingin anakmu nanti taat beragama. Rajin beribadah. Misalnya sholat tepat waktu. Berasumsi bahwa anak adalah seorang plagiator sejati (dia memplagiat orangtuanya terutama ibunya) maka mulai sekarang kamu juga harus rajin beribadah. Sholat tepat waktu. Kenapa? Karena kalau kamu memulainya sekarang, nanti setelah anakmu lahir itu akan menjadi kebiasaan dan pola hidup kamu. Dan pada saatnya nanti anakmu akan menyaksikan apa yang kamu lakukan dan ia akan meniru. Dalam pendidikan, keteladanan adalah cara paling efektif untuk mendidik.

Kamu juga harus berpikir untuk berbakti kepada orangtuamu dan orangtua suamimu. Kenapa? Karena kamu pasti juga ingin anak-anakmu nanti berbakti kepada kamu dan suamimu. Ok kamu memang nggak cocok sama ibumu. Tapi tetaplah bersikap baik. Bersikap baik bukan berarti mengikuti semua apa yang dikatakannya, tetapi berbuat baik disini yang saya maksud adalah bersikap santun. Hal itu juga lakukan kepada mertuamu. Ketika nanti anakmu bertanya: Kenapa kita harus begini/begitu ma? Kamu akan menjawab: Ya nak. Begitu yang seharusnya dilakukan oleh seorang anak kepada orangtuanya!

Masih buanyak petuah yang lain Wid. Intinya, sebagai calon ibu, kamu harus siap menjadi pendidik bagi anak-anakmu. Kalau kamu belum ada ilmu itu sekarang, maka tugasmu adalah mencarinya sebelum terlambat. Hayati dan nikmati menjadi seorang istri dan seorang ibu. Jangan berpikir itu pekerjaan biasa bagi seorang perempuan. Tapi sadari benar bahwa semua itu tidak terjadi dengan sendirinya. Allah sudah mengatur dan menentukannya untuk kita. Oleh karena itu kita juga harus mempersiapkan.

Gimana Wid, kebanyakan ya ceramahku. Sori dech. Dasar aku emang hobi bicara

5 comments: